Memahami Hisab dan Rukyat Awal Bulan Ramadhan (Bagian-1)
Jumat, 12 Maret 2021 14:24 WIB
Sering Terjadi Ketidakseragaman di Beberapa Ormas Arus Utama dalam Menetapkan Masuknya Awal Bulan Hijriah
Oleh: TUBAGUS HADI SUTIKSNA
TOPIK-topik yang berkenaan dengan hisab dan rukyat selalu menarik untuk diperbincangkan. Terutama ketika memasuki awal Ramadan dan Idul Fitri maupun Idul Adha. Hal tersebut terjadi karena acap kali terjadi ketidakseragaman di beberapa ormas arus utama dalam menetapkan masuknya awal bulan hijriah (Baca: Ramadhan).
Ketidakseragaman penetapan itu sendiri, sebenarnya bukan disebabkan oleh perbedaan metoda hitungan (hisab)-nya. Akan tetapi, lebih kepada’kriteria’ yang menjadi ketetapan ormas itu, berkenaan dengan berapa derajat tinggi hilal yang memenuhi syarat bahwa bulan baru telah masuk. Makalah singkat ini, menyajikan beberapa hal berkenaan dengan faktor-faktor yang saling melengkapi di dalam memprakirakan awal bulan hijriah.
Ijtima
Salah satu fenomena menarik yang terjadi di tata surya ini ialah peristiwa sinodic moon (bulan sinodik). Bulan sinodik ialah satu lunasi bulan mengitari bumi dari kedudukan matahari, bulan, dan bumi pada segaris bidang, berakhir pada kedudukan yang sama kembali dengan durasi waktu 29 hari 12 jam 44 manit 3 detik, atau 29,530589 hari.
BACA JUGA: Menara dan Plafon Masjid Syekh Abdul Manan Indramayu yang Roboh Diperbaiki
Pada gambar di bawah, peristiwa bulan sinodik yang seterusnya di dalam fiqh dinamakan ijtima ditunjukkan oleh posisi B1 dan B3. Keadaan B1 dan B3 menunjukkan bulan lama telah berakhirnya perjalanan bulan lama dan sekaligus perjalanan bulan baru dimulai. Jadi, bisa dikatakan satu bulan ialah dari satu sinodis ke sinodis berikutmya. Begitu seterusnya di mana terjadi 12 kali peristiwa sinodik bulan dalam setahun.